• Beranda
  • Twitter
  • Pesbuk
  • Sosbud
  • Polhuk
  • Sastra
  • Kesehatan
  • Hiburan
  • Asal Mula
  • PKn
  • SKI
  • Biologi
  • Fisika
  • Pi ...


    Pi, mungkin hampir semua sudah tahu, kalau kebanyakan orang suka yang putih, tapi aku tidak pernah malu karena mengagumimu. Bagiku hitam atau putih tiada hina, pun tiada istimewa. Aku tahu banyak orang meledek karena gelapmu, usah kau risaukan itu. Bukankah warga Amerika pilih Obama, Mandela inspirasi dunia, Billal muadzin yang pasti masuk surga, mereka tidak pernah memerlukan putih untuk menjadi istimewa. Langit cerah memang kerap membahagiakan, tapi hanya langit mendung yang mampu mengingatkan kita akan teduhnya rumah. Gelap malam memang membuat semua tampak hitam, namun sungguh dalam hitam itulah, aku, dan semua memejamkan mata, mengistirahatkan diri dari sibuknya dunia.

    “hitam manis”, kalimat yang sering orang ucapkan untuk menyenangkan hati yang kulitnya gelap. Karena bila hanya hitam to’, itu mereka artikan sebagai sebuah hinaan. Kini aku katakan bahwa kamu hitam, dan jujur saja manismu hanya sedikit. Tidak akan ku menilai sesuatu yang tak terlihat darimu. Lagipula aku tidak mau kamu akrab dengan pujian yang terlalu, kurang baik untuk jiwamu, bisa menggoyahkanmu. Bagiku, kau tetap si hitam yang kurang manis, dan aku tetap mencintaimu. Bagiku itu sudah cukup.
    Pi, terkadang kamu menyakitiku. Sering pula kamu melarutkan tidurku. Kau tahu, kini keluarga dan sahabat  menyuruhku menjauhi dan meninggalkanmu. Bagimu mungkin biasa saja, karena sudah pasti bahwa aku tak pernah memiliki arti apa-apa. Tapi bagiku, menjauhimu adalah beban yang beratnya sulit terpikul. Rasanya terlalu sulit untuk kutinggalkan dirimu. Apalagi melupakanmu. Sungguh.
    Pi, aku tidak pernah menyalahkanmu ketika malamku tak kunjung berpejam. Aku memang membutuhkanmu, namun aku seorang lelaki, pemenuhan kebutuhan boleh memuaskan hatiku tapi tidak boleh terlalu jauh meninggalkan logikaku. Mungkin aku tidak akan memilih untuk menjadi seperti mereka yang rela disakiti berulang kali. Semakin sering kau sakiti, semakin kau tak layak untuk kucintai. Bersahabatlah denganku duhai kopi. Sekali lagi kau buat lambungku perih, maka bisa jadi tong sampah adalah tempatmu. Ini bukan ancaman, hanya teguran, karena aku masih punya banyak harapan.

    ****

    - Eki P. Sidik -
     

    0 comments

    Posting Komentar