• Beranda
  • Twitter
  • Pesbuk
  • Sosbud
  • Polhuk
  • Sastra
  • Kesehatan
  • Hiburan
  • Asal Mula
  • PKn
  • SKI
  • Biologi
  • Fisika
  • Batasan-Batasan Toleransi Menurut Ulama Salaf

    Toleransi itu tidak asal, tidak bebas. Yang membatasi adalah aturan lain yang mengikat orang yang hendak bertoleransi. Penjelasan ini saya copas dari penjelasan ust.Syarif Ja'far Baraja. Berikut selengkapnya:
    --------------------------------------------------------------------------

    Ibnul Qayyim: Memberi selamat bagi syiar2 agama yang menjadi identitas khusus agama itu, maka ulama sepakat mengharamkan. Itu adalah ulama salaf, sejak zaman sahabat hingga zaman Ibnul Qayyim. Ulama yg menyelisihi ulama salaf, harus ditolak. Interaksi dengan ahlul kitab sudah berlangsung sejak zaman awal Islam, ulama sudah membahas hukum-hukum terkait dengan detil. Jika ada 2 atau 3 ulama hari ini yg membolehkan, maka pendapatnya wajib ditolak, karena menyelisihi kesepakatan ulama salaf.

    Yang aneh lagi, karena semangat membela pendapatnya, dia berkaedah ngawur: tidak ada larangan mengucap selamat natal dalam Al Qur'an. Interaksi antara kaum Muslimin dan ahli kitab sudah berjalan harmonis tanpa mengucapkan selamat natal. Anehnya, ketika ada fatwa haram mengucap selamat natal, sebagian muslim malah sewot, marah karena ada muslim yg tidak mau mengucap selamat.

    Ketika orang bersikeras mengikuti pendapat menyimpang dari pendapat salaf, maka ini merupakan kesalahan metodologis. Kita tanya apa tujuannya? Kebenaran atau memang mencari2 dalil bagi pendapat yang sudah diyakini oleh diri/kelompoknya? Yang bebas dari kesalahan adalah Al Qur'an dan sunnah, dg faham salaf. Ikuti pimpinan yang bicara berlandaskan kebenaran.

    Dua pendapat yang bertentangan bisa dua-duanya benar? Itu bertentangan dengan logika matematis yang diterima oleh orang berakal. Hadits juga berkata: jika seorang hakim berijtihad lalu BENAR, maka dia dapat 2 pahala, jika SALAH, maka dapat 1 pahala. Ketika ulama sudah bersepakat, maka tidak mungkin kesepakatan seluruh ulama keliru. Jika keliru, pasti ada perdebatan sejak saat itu.

    Ibnul Qayyim sudah menukilkan kesepakatan ulama. Ingat, yang sepakat adalah ulama, mereka yang berkompeten. Jika ada seorang non ulama yang menentang pendapat ulama, maka tidak bisa dibilang: ada perbedaan pendapat. Jika 2 atau 3 ulama hari ini yang menyimpang dari kesepakatan ulama salaf, maka tidak bisa dikatakan: ada perbedaan pendapat. Jika ada ulama hari ini yang menyimpang dari kesepakatan ulama salaf, tidak bisa dinyatakan: ada perbedaan pendapat, semuanya benar. 2 atau 3 ulama yang menyimpang dari kesepakatan ulama salaf, itulah penyimpangan, bukan perbedaan. Bedakan.

    Kita harus menata metodologi berislam yang benar. Atau apakah Allah sengaja membiarkan umat bingung tanpa tahu metodologi yang benar? Jauh-jauh hari Allah sudah mengingatkan: jika terjadi perselisihan dalam agama, kembalilah pada Allah dan Rasul. An Nisa 59. Mereka yang paling mengerti tentang ajaran Allah dan Rasul adalah para sahabat, tabi'in dan tabi'ut tabi'in.

    Siapkah kita kembali pada Allah dan RasulNya dalam perselisihan, seperti perintah dalam surat An Nisa ayat 59? Atau kita memang ingin mencari-cari dalil bagi pendapat yang sudah kita yakini dan kita anggap benar? Jadikan Al Qur'an di depan kita, ikuti Al Qur'an kemana saja mengarah. Jangan jadikan Al Qur'an dan kebenaran di belakang kita, mengikuti kita kemana kita mau berjalan.

    Nabi Muhammad -alaihisshalatu wassalam -hidup di bersama kaum yahudi di Madinah. Apakah pernah mengucap selamat beribadah pd mereka? Ibnul Qayyim: Memberi selamat bagi syiar2 agama yang menjadi identitas khusus agama itu, maka ulama sepakat mengharamkan. Perayaan hari raya dalam sebuah agama adalah termasuk ibadah. Merayakan natal termasuk ibadah bagi kaum nasrani. Ketika mereka mengucap : selamat ibadah puasa Ramadhan, bolehkah kita membalas kebaikan mereka dengan mengucap: selamat menyembah salib? Ketika tidak boleh mengucapkan selamat menyembah salib pada mereka, maka tidak boleh pula mengucap selamat ibadah-ibadah mereka lainnya. 

    Ketika mereka memuji agama kita, apakah kita akan memuji agama mereka? Ada batas-batas yang tidak boleh dilanggar. Kita harus berada di batas-batas itu, sebagai wujud toleransi, mereka harus menghargai batas-batas yang jadi prinsip agama kita. Mereka harus bertoleransi pada kita, dengan memahami batas-batas yang menjadi prinsip bagi kita. Inilah wujud toleransi. Toleransi yang sehat adalah dengan menghormati batasan masing-masing, dan berlangsung dua arah. Sebuah pertanyaan: apakah Allah meridhoi dan mencintai perayaan Natal? Sikap kita adalah mengikuti keridhoan Allah.
    -----------------------------------------------------------------------
    note: ulama salaf = ulama jaman sahabat, tabi'in, tabiut tabi'in, dan ulama berikutnya yg sejalan dg mereka.

    0 comments

    Posting Komentar