Baru tahu pagi ini kalau ada sinetron yang akan
ditayangkan ANTV dan bahkan sudah ditentang banyak orang. Dan baru saja
saya tahu dari tulisannya mbak Maria Fauzi bahwa sinetron yang dimaksud
adalah Sulaiman the Magnificent. Segera setelah selesai membaca tulisan
Mbak Maria saya langsung mengangguk-angguk. Oh iya, kita gampang
tersinggung mungkin salah satunya karena kita kurang baca. heuheu
Akhirnya Mbak Maria menguak kesalahan para pemrotes sinetron Sulaiman
the Magnificient. Ternyata mereka hanya menduga-duga bahwa tokoh yang
diceritakan adalah Nabi Sulaiman alaihissalam, padahal bukan. Tapi saya
kagum juga dengan pemrotes itu, membuktikan kecintaan mereka pada salah
satu nabi yang Allah muliakan, hingga ketika ada judul sinetron sama
dengan nama Nabi dan menceritakan beberapa hal yang berlawanan dengan
kemuliaan seorang nabi, mereka langsung menentang. Tidak ada perlawanan
sekeras itu kalau tidak ada cinta yang memberinya kekuatan.
Sama halnya ketika salah satu budaya bangsa diklaim Malaysia, seluruh
warga dengan rasa cinta tanah airnya menghujat hingga menantang perang
kepada Malaysia. Sama halnya ketika pamanku marah dan mengejar tetangga
yang asal melempar batu hingga mengenai kepala ibunya. Perlawanan tak
akan sekeras itu kalau tidak ada perilaku kurang baik kepada apapun yang
dicintai atau dihormatinya.
Sesuai dengan judul tulisannya ((Sulaiman The Magnificent), Bacalah Sejarah dari Sudut Pandang Sejarah, Bukan Agama !), Mbak Maria dengan
apik menjelaskan bahwa benar, membaca sejarah akan objektif jika kita
memandangnya dari sudut pandang sejarah. Tapi ketika sebuah catatan
sejarah hendak dilepaskan ke masyarakat dalam bentuk tontonan, hendaknya
semua tivi lebih berhati-hati. Tidak semua fakta harus dikisahkan,
karena pemirsa sinetron bukan hanya sejarawan atau pembelajar sejarah.
Anak kecil dan remaja juga banyak yang nonton sinetron.
Intinya, berkarya apapun yang hendak dilepas ke masyarakat luas, harus
bervisi ketika membuatnya. Harus punya keinginan untuk bukan hanya
memberikan informasi yang benar, tapi juga menjadi jalan menuju
perubahan yang lebih baik. Misal ketika menayangkan kehidupan seorang
sultan yang memiliki banyak selir. Haruskah kehidupan memiliki budak
perempuan itu jadi adegan yang ditayangkan di tv nasional, di saat
manusia sejak jaman nabi berperang melawan perbudakan? Tidakkah itu
kontra produktif dengan semangat anti-perbudakan?
Ketika pendidikan kita menitikberatkan pada pendidikan karakter dan
akhlak mulia, haruskah stasiun tivi diizinkan menayangkan FTV dan
sinetron dengan adegan remaja berciuman dan berpelukan? Adalah benar,
bahwa hal-hal seperti itu memang fakta adanya, realita yang sudah tidak
jarang lagi kita temukan. Tapi kalau mengingat beratnya tugas peradaban
dimana kita semua harus menjadi agent of change, haruskah kita umbar
semua fakta tanpa berpikir tentang dampak sosialnya?
Media saja bisa kok, gencar memberitakan keributan FPI dan enggan
memberitakan aksi sosial FPI, saban hari memberitakan korupsi sapi PKS
dan tak sekalipun memberitakan relawan bencana yang banyak jumlahnya
dari PKS. Buku sejarah kita juga bisa kok memuat foto Tjut Njak Dien
tanpa jilbab dan tidak satupun memuat Pahlawan Aceh itu dengan foto
berjilbab. Masa iya tidak menayangkan adegan mesum dan menayangkan
adegan perbuatan baik tidak bisa? :)
Saya akui bahwa aksi protes kepada sinetron Sulaiman The Magnificent
dikarenakan kurangnya pengetahuan. Tapi bagi saya ini adalah sinyal
positif bahwa masyarakat sudah mulai menjalankan fungsi pengawasan
terhadap apapun yang bisa jadi konsumsi publik. Dan ini harus jadi
pelajaran agar setiap protes yang dilayangkan didasari dengan tabayyun
terlebih dahulu. Itu harus dilakukan karena kadang dunia hiburan
mengikuti isu yang sedang hangat, termasuk tulisan artikel berita,
kadang judul ditulis ngawur agar menarik pembaca. heuheu
Ayo semua penulis buku, sutradara, pemilik stasiun tivi, pencipta lagu,
buat karya yang bisa menjadi jalan perubahan masyarakat ke arah yang
lebih baik. Membuat film hantu berisi adegan porno itu bisa laku dan
meraup untung besar, tapi nilai positif untuk jalan perubahan ke arah
kebaikannya sangat minim bahkan tidak ada sama sekali. Iklan cat kayu
dengan perempuan yang pamer paha itu menarik naluri kaum lelaki, tapi
nilai positifnya tidak ada. Lagu berlirik mesum itu memang laku, tapi
saya khawatir mendengar bahasa anak-anak yang makin jorok belakangan
ini. Kami rindu karya terbaik yang mendidik.
0 comments
Posting Komentar