• Beranda
  • Twitter
  • Pesbuk
  • Sosbud
  • Polhuk
  • Sastra
  • Kesehatan
  • Hiburan
  • Asal Mula
  • PKn
  • SKI
  • Biologi
  • Fisika
  • Berkarya Harus Bervisi

    Baru tahu pagi ini kalau ada sinetron yang akan ditayangkan ANTV dan bahkan sudah ditentang banyak orang. Dan baru saja saya tahu dari tulisannya mbak Maria Fauzi bahwa sinetron yang dimaksud adalah Sulaiman the Magnificent. Segera setelah selesai membaca tulisan Mbak Maria saya langsung mengangguk-angguk. Oh iya, kita gampang tersinggung mungkin salah satunya karena kita kurang baca. heuheu

    Akhirnya Mbak Maria menguak kesalahan para pemrotes sinetron Sulaiman the Magnificient. Ternyata mereka hanya menduga-duga bahwa tokoh yang diceritakan adalah Nabi Sulaiman alaihissalam, padahal bukan. Tapi saya kagum juga dengan pemrotes itu, membuktikan kecintaan mereka pada salah satu nabi yang Allah muliakan, hingga ketika ada judul sinetron sama dengan nama Nabi dan menceritakan beberapa hal yang berlawanan dengan kemuliaan seorang nabi, mereka langsung menentang. Tidak ada perlawanan sekeras itu kalau tidak ada cinta yang memberinya kekuatan.

    Sama halnya ketika salah satu budaya bangsa diklaim Malaysia, seluruh warga dengan rasa cinta tanah airnya menghujat hingga menantang perang kepada Malaysia. Sama halnya ketika pamanku marah dan mengejar tetangga yang asal melempar batu hingga mengenai kepala ibunya. Perlawanan tak akan sekeras itu kalau tidak ada perilaku kurang baik kepada apapun yang dicintai atau dihormatinya.

    Sesuai dengan judul tulisannya ((Sulaiman The Magnificent), Bacalah Sejarah dari Sudut Pandang Sejarah, Bukan Agama !), Mbak Maria dengan apik menjelaskan bahwa benar, membaca sejarah akan objektif jika kita memandangnya dari sudut pandang sejarah. Tapi ketika sebuah catatan sejarah hendak dilepaskan ke masyarakat dalam bentuk tontonan, hendaknya semua tivi lebih berhati-hati. Tidak semua fakta harus dikisahkan, karena pemirsa sinetron bukan hanya sejarawan atau pembelajar sejarah. Anak kecil dan remaja juga banyak yang nonton sinetron.

    Intinya, berkarya apapun yang hendak dilepas ke masyarakat luas, harus bervisi ketika membuatnya. Harus punya keinginan untuk bukan hanya memberikan informasi yang benar, tapi juga menjadi jalan menuju perubahan yang lebih baik. Misal ketika menayangkan kehidupan seorang sultan yang memiliki banyak selir. Haruskah kehidupan memiliki budak perempuan itu jadi adegan yang ditayangkan di tv nasional, di saat manusia sejak jaman nabi berperang melawan perbudakan? Tidakkah itu kontra produktif dengan semangat anti-perbudakan?

    Ketika pendidikan kita menitikberatkan pada pendidikan karakter dan akhlak mulia, haruskah stasiun tivi diizinkan menayangkan FTV dan sinetron dengan adegan remaja berciuman dan berpelukan? Adalah benar, bahwa hal-hal seperti itu memang fakta adanya, realita yang sudah tidak jarang lagi kita temukan. Tapi kalau mengingat beratnya tugas peradaban dimana kita semua harus menjadi agent of change, haruskah kita umbar semua fakta tanpa berpikir tentang dampak sosialnya?
    Media saja bisa kok, gencar memberitakan keributan FPI dan enggan memberitakan aksi sosial FPI, saban hari memberitakan korupsi sapi PKS dan tak sekalipun memberitakan relawan bencana yang banyak jumlahnya dari PKS. Buku sejarah kita juga bisa kok memuat foto Tjut Njak Dien tanpa jilbab dan tidak satupun memuat Pahlawan Aceh itu dengan foto berjilbab. Masa iya tidak menayangkan adegan mesum dan menayangkan adegan perbuatan baik tidak bisa? :)

    Saya akui bahwa aksi protes kepada sinetron Sulaiman The Magnificent dikarenakan kurangnya pengetahuan. Tapi bagi saya ini adalah sinyal positif bahwa masyarakat sudah mulai menjalankan fungsi pengawasan terhadap apapun yang bisa jadi konsumsi publik. Dan ini harus jadi pelajaran agar setiap protes yang dilayangkan didasari dengan tabayyun terlebih dahulu. Itu harus dilakukan karena kadang dunia hiburan mengikuti isu yang sedang hangat, termasuk tulisan artikel berita, kadang judul ditulis ngawur agar menarik pembaca. heuheu

    Ayo semua penulis buku, sutradara, pemilik stasiun tivi, pencipta lagu, buat karya yang bisa menjadi jalan perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik. Membuat film hantu berisi adegan porno itu bisa laku dan meraup untung besar, tapi nilai positif untuk jalan perubahan ke arah kebaikannya sangat minim bahkan tidak ada sama sekali. Iklan cat kayu dengan perempuan yang pamer paha itu menarik naluri kaum lelaki, tapi nilai positifnya tidak ada. Lagu berlirik mesum itu memang laku, tapi saya khawatir mendengar bahasa anak-anak yang makin jorok belakangan ini. Kami rindu karya terbaik yang mendidik.

    0 comments

    Posting Komentar