Setiap bulan desember isu toleransi dan terorisme seakan pasti jadi topik utama yang muncul di berbagai media. Berikut penuturan Dr. Zaim Saidi -penulis buku "Tidak Syar'i nya Bank Syariah". Tulisan yang tampil miring adalah catatan dari kami. Langsung saja, ini dia:
__________________________
"JEBAKAN DIALEKTIKA PALSU TOLERAN-INTOLERAN".
Kaum Muslimin terus-menerus dijebak, dengan cara halus tp mematikan,
dalam dialektika palsu dua wajah Islam: toleran versus intoleran. Pada momen2 ttt jebakan itu sangat intens. Dihadirkan bersamaan, ada
ritus perburuan teroris bersamaan dengan ritus seruan bertoleransi. Dialektika di atas adlh bagian dr upaya untuk definisikan Muslim:
’Muslim jahat’ (radikal, teroris), dan ’Muslim baik’ (liberal, moderat). (Yang secara massif dimunculkan ke hadapan kita tentang 'muslim yang baik' adalah muslim yang sangat liberalis dan moderat. Kalo gak liberal, kurang baik. heuheu). Padahal terorisme yg dilakukan hanya oleh satu-dua pihak yang, walaupun
pelakunya Muslim, tidak bisa dikategorikan sbg (tindakan) Islam.
Kata Islam, berakar pd kata salam, yang bisa berarti damai, selain
'tunduk', maka ’Islam Radikal’ adalah sebuah contradictio in terminis. Dalam Islam, tindak kekerasan, terorisme, apalagi melalui teknik (bom)
bunuh diri, merupakan perbuatan ilegal, dan haram hukumnya. Dalam hukum Islam untuk berjihad ada batasan2, bukan tindakan
individual anarkis, seperti pelaku bom bunuh diri atau kekerasan
lainnya.
Sebaliknya Islam liberal, merupakan bagian fenomena pembaruan Islam,
bertujuan untuk mengasimilasikan Islam dalam ideologi kapitalisme. Yang harus dipahami oleh Umat Islam adalah bahwa dialektika dua wajah
Islam ini pada akhirnya berimplikasi ganda bagi kaum Muslim. Dua implikasi itu, yang keduanya, memang sangat diperlukan bagi keberlangsungan kapitalisme itu sendiri.
Perasaan malu dan bersalah ini kemudian akan bermuara pada pembenaran bagi kalangan Muslim untuk menjadi ’Muslim baik’, toleran. Kaum Muslim didorong tuk semakin pragmatis, mngasimilasikan Islam kdlm
sistem kapitalis, sbg bayaran rasa malu dan bersalah tersebut. Kedua, sasaran sebaliknya yg dibidik dr kalangan ’Muslim jahat’
(radikal, teroris) adlh pembenaran kuat bagi kapitalisme untuk represif. Muslim jahat jd jastifikasi kapitalisme makin mendesakkan dominasinya.
Islam jahat, teroris, intoleran, hrs diberantas ke akar2nya. (Kita bisa lihat sendiri di pemberitaan tv, gerak-gerik muslim kian dicurigai. Khutbah jumat dimasuki mata-mata, pesantren dicurigai sebagai sarang teroris, orang berjanggut dan perempuan berjilbab lebar dimusuhi.)
Fenomena terorisme, intoleransi, dengan demikian, adalah fenomena yg
diperlukan dan menguntungkan kapitalisme itu sendiri. Harus ada. Dalam konteks dialektika palsu di atas, tindakan otoritarian atas nama
antiterorisme, anti-intoleransi, mendapatkan legitimasinya.
Antiterosisme, yang seharusnya merupakan ’keadaan darurat’, jadi sah scr
terus-menerus dan permanen akibat aktivisme ’Muslim jahat’ itu.
Sebaliknya penampilan ’Islam moderat, baik’,toleran, ditawarkan sbg
jalan keluar atas ’Islam jahat’ dan intoleran tsb. Kampanye Masif. Kapitalisme tentu saja, sangat akomodatif terhadap ’wajah kedua Islam’,
Islam damai, toleran, Islam baik ini. Di dukung besar2an.
’Islam moderat’ adalah ’Islam modern’ selama satu abad ini berhasil
dimanfaatkan tuk dorong proses asimilasi Islam pada kapitalisme.
Keberhasilan dan produk ‘Islam baru’ ini: TIDAK DAPAT DIBEDAKANNYA lagi
antara yang Islam dan yang bukan Islam. Haq dan batil campur.
Maka sangat penting bagi umat Islam untuk memastikan kesejatian Islam
itu sendiri, sbgmana diajarkan oleh Rasul SAW dan Sahabat2nya. Pahamilah bahwa dialektika ’fundamentalime versus liberalisme’, "toleran
versus intoleran', adalah jebakan mematikan. Dialektika palsu. Radikalisme dan liberalisme Islam, toleransi dan intoleransi, adalah
proyek yang sama dari kapitalisme. Tujuannya: asimilasi Islam.
Asimilasi bermakna menundukkkan cara pikir, perilaku, dan sikap, Muslim, dalam kapitalisme. Gantikan Islam itu sendiri. Islam sepatutnya dipandang semata dalam perspektif legal, mengikuti ’amal komunitas salaf Islam, Penduduk Madinah al Munawarah. Islam adalah Islam. Tidak radikal, tidak liberal. Bukan toleran atau intoleran. Muslim adalah Umatan Wasathan.
Saksikanlah, terperangkap dalam jebakan, umat Islam saling mencela dan
menghujat, sementara musuh2 mereka merayakan dan menertawakan. Sekian. Selamat berlibur dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
_____________________________
Kamis, 25 Desember 2014
islam itu anjing, agama setan.. mana ada agama yang punya musuh kecuali agama setan? damai monyong moyang lo..
BalasHapus