• Beranda
  • Twitter
  • Pesbuk
  • Sosbud
  • Polhuk
  • Sastra
  • Kesehatan
  • Hiburan
  • Asal Mula
  • PKn
  • SKI
  • Biologi
  • Fisika
  • Malam Tahun Baru 2015

    Dalam hitungan menit, tahun masehi akan berganti. Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, di 31 Desember malam ada beberapa "ritual" orang-orang. Ada yang keluyuran di jalanan, bermacet-macetan dan melihat kembang api. Ada yang berkumpul bersama keluarga atau sahabat sambil makan-makan hingga tengah malam. Ada juga yang camping, bahkan ada yang katanya berdiam diri di kamar dan merenungkan segala pengalaman setahun yang akan berlalu.

    Tadi saya repost salah satu tulisan dari smstauhiid.com tentang sejarah tahun baru masehi dan hukum merayakannya. Ngeri memang. Namun ada juga muslim yang dengan latar belakang keilmuannya menyebut boleh merayakan tahun baru masehi. Allohu a'lam mana yang benar, saya ini awam, hanya bisa mengikuti pendapat yang nyaman di dalam hati dan pikiran. Terlepas dari masalah hukum boleh tidaknya merayakan tahun baru masehi, menarik juga kalau kita renungi sedikit saja apa yang terlihat di hari-hari akhir jelang pergantian tahun kali ini.

    Desember 2014, Indonesia dilanda banyak bencana. Bahkan hingga malam pergantian tahun ini sedang ada saudara kita yang kebanjiran. Ini gambar pukul 22.53 malam ini di daerah Rancaekek, Bandung.
    sumber gambar: @prfmnews
    Sudah dapat diduga bagaimana kondisi orang-orang yang rumahnya terendam. Saat kita beli bensin untuk jalan-jalan ke kota di malam tahun baru, mereka yang kebanjiran  sedang berpasrah memikirkan nasib buku pelajaran mereka yang lenyap tersapu air. Belum lagi kalau kita coba pikirkan warga lain di Kabupaten Bandung yang sudah berhari-hari jadi warga pengungsian. Mereka rindukan rumah, saat kita sengaja tinggalkan rumah untuk berfoya di tengah kota.

    sumber gambar: @TMCPoldaMetro


    Masih di bulan Desember, warga Banjarnegara bukan hanya kehilangan harta benda, tapi sudah kehilangan anggota keluarga mereka karena tertimbun longsor. Beberapa wilayah di Jawa Barat diterjang puting beliung. Dan yang masih hangat di pemberitaan tv, banyak orang pilu, saudaranya jadi korban kecelakaan pesawat. Bencana dan musibah terjadi dimana-mana, belum lagi masih banyak orang Indonesia yang diuji dengan kemiskinan. Mereka, saudara-saudara kita, saat ini mungkin sedang merasakan kepahitan dan kesulitan teramat sangat.

    Di tempat lain, seperti yang sudah saya sebutkan, masih banyak yang mengeluarkan biaya banyak hanya untuk ritual tahunan yang tidak produktif di malam pergantian tanggal. Kita kerap diseru untuk mendoakan Indonesia agar di tahun berikutnya jadi negara maju. Tapi perilaku kita masih mainstream. Saya membayangkan, andai seluruh warga negara ini kompak mengalihkan anggaran "ritual" malam tahun baru mereka untuk kegiatan sosial, untuk sedekah. hmmm

    Uang bensin untuk jalan-jalan keliling kota disalurkan kepada korban bencana. Dana untuk beli kembang api diberikan kepada warga miskin. Biaya untuk adakan konser digunakan untuk bangun rumah warga yang hilang ditimbun longsor. Rupiah untuk pesta kuliner digunakan untuk santuni anak yatim. Pesta kembang api diganti dengan ibadah berjamaah di semua tempat ibadah. Andai semua warga Indonesia kompak untuk tidak berfoya-foya di malam tahun baru, dan mereka ganti dengan bergandengan tangan membuat gerakan bantu sesama. Negeri ini, Indonesia ini, berkah...

    Sementara ini, yah... belum sampai kesana. Kita masih senang dengan kebiasaan lama. Berdoa untuk keberkahan hidup di dunia sambil melaluinya dengan pemborosan. Kok kita ini linglung yah..? heuheu

    *****

    - Eki P. Sidik -
     

    0 comments

    Posting Komentar