Pernah dengar obrolan tentang rokok antara perokok aktif dengan irang yang anti rokok? Sejauh ini, selalu saya saksikan obrolan yang selalu tidak pernah temukan titik temu diantara mereka. Saya sendiri tidak merokok, baru dua hari lalu ngobrol dengan kawan saya yang merokok. Memang saya akui, semua perokok selalu punya jawaban untuk orang lain yang membahas buruknya rokok.
Para perokok pasti selalu punya jawaban jika didebat mengenai rokok oleh orang yang tidak merokok. Darisana kemudian saya pahami bahwa perokok itu sering mendapat serangan pemikiran dari orang yang anti-rokok. Karena itu mereka sudah paham benar celah-celah dimana mereka bisa membela diri, bahkan mengalahkan argumen si anti-rokok. Hingga siang ini saya temukan tulisan di bawah ini. Tulisan yang apik. Setidaknya ini menjadi bukti, betapa para perokok itu terus mencari tahu informasi apapun yang bisa membenarkan kebiasaan merokoknya. Hehehehe berikut saya copas tulisan itu.. monggo dibaca.. :)
----------------------------------------------
Suatu siang, tiga tahun silam. Saya datang ke sekretariat IKAPI
Yogyakarta, untuk kumpulan rutin setiap Rabu. Sampai di sana,
tumben-tumben saya lihat ada Mas Indra Ismawan, bos grup penerbit Media
Pressindo.
“Halo Mas, lama nggak ketemu, kok tambah gemuk aja?
Hehehe,” sapa saya. Memang cukup lama saya nggak jumpa miliuner rendah
hati yang satu itu. Dan pas kali itu ketemu, badannya beneran kelihatan
subur.
“Iyo, memang gemuk nih. Soale habis berhenti merokok,” jawab Mas Indra.
Saya njenggelek. Waini, topik menarik ini. Saya langsung mupeng pingin dengar ceritanya. Maka saya pun menginterogasi Mas Indra.
“Aku
setop merokok lumayan lama, tiga bulan. Berat badan langsung naik 10
kilo,” kisahnya. Saya mulai nggelar tikar dan ngaduk kopi, menyimak.
Segeralah terbangun hipotesis di kepala: berhenti merokok itu
benar-benar menyehatkan.
“Tapi,” Mas Indra melanjutkan, “akhirnya aku putuskan merokok lagi.”
“Lho!! Kok??” atas nama pencarian kebenaran, saya nggak boleh begitu saja setuju keputusan politik Si Bos.
“Begini,
simpel saja,” jawabnya. “Kalau aku lanjutin setop merokoknya, pasti aku
tambah gemuk. Sementara kita lihat, mana ada orang obesitas bertahan
sampe tua? Kalau ketemu perokok berat hidup sampe 90 atau 100 tahun sih
sering. Tapi lihat orang obesitas bertahan hidup sampe umur segitu?
Pernah, ‘po?”
Saya tertegun. Paten nih orang. Cara berpikirnya
jauh dari linier. Dia sama sekali tidak membaca persoalan secara
serta-merta, lewat permukaan saja, semisal: “Hmm.. karena berhenti
merokok aku jadi gemuk. Gemuk berarti sehat. Jadi kalau mau sehat,
berhentilah merokok.” Tidak, tidak. Manusia di depan saya itu punya
pikiran yang melompat jauh ke luar kotak. Untung sampeyan nggak
fesbukan, Mas, batin saya. Coba main fesbuk, pasti sudah dibuli sama
kimcil-kimcil. Hahaha.
***
Suatu
malam saya sowan ke Dipowinatan, kediaman penyair gaek Iman Budhi
Santosa. Sambil mengisap 76-nya, beliau menelanjangi makna slamet dalam masyarakat Jawa. Kata Mas Iman, slamet dalam kosmologi Jawa berbeda jauh dengan selamat dalam pemahaman standar perspektif dunia modern.
“Dalam
pemikiran modern, yang disebut keselamatan melulu terkait fisik. Orang
naik kendaraan dan sampai tujuan tanpa terkena kecelakaan, berarti
selamat. Orang yang fisiknya terlindungi, aman dan nyaman, disebut
selamat. Sebaliknya, orang yang terkena gangguan fisik, atau bahkan
mati, otomatis dikatakan tidak selamat. Cuma begitu itu. Jadi orang
tidak paham dengan kematian Mbah Marijan yang mengawal Gunung Merapi,
misalnya. Apa benar Mbah Marijan tidak selamat? Dalam kacamata orang
Jawa, Mbah Marijan itu slamet. Slamet. Orang gagal mengerti, karena apa
yang ada dalam sudut pandang mereka tak lebih dari perkara jasmani
belaka.”
Mas Iman melanjutkan dengan konsep kesehatan modern.
“Urusan Departemen Kesehatan itu kan cuma kesehatan jasmani saja to,”
sambungnya. “Mana pernah mereka menempatkan sektor kesehatan jiwa dalam
proporsi penting? Padahal persoalan masyarakat kita kebanyakan akibat
problem ketidaksehatan jiwa. Penyakit fisik memang ada. Tapi sebenarnya
jauh lebih banyak penyakit jiwa. Anehnya, segi ini nyaris dianggap tidak
ada oleh Departemen Kesehatan. Jadi ya nggak heran, ketika para ahli
kesehatan menilai masalah rokok, yang dibahas cuma sudut pandang
kesehatan fisik..”
***
Mengenang
obrolan bersama Mas Indra Ismawan dan Mas Iman Budhi Santosa, saya jadi
merenung-renungkan lagi arti “out of the box”. Tak bisa disangkal,
poin-poin pikiran kedua orang perokok berat itu jauh dari standar. Ada
batas-batas pagar yang mereka lompati, di saat semua orang nyaman-damai
dan tak berani membayangkan apa-apa yang ada nun di luar pagar. Saya
jadi ingat dialog lama yang terjadi antara Syekh Abu Hayyun dan seorang
mbak-mbak unyu aktipis antitembakau.
“Iya, rokok memang berbahaya.
Saya setuju sekali sama sampeyan, Mbak,” kata Syekh Abu Hayyun mantap.
Wajah aktipis LSM antitembakau yang bertamu siang itu pun langsung
berbinar.
“Begini,” lanjut Syekh. “Merokok itu nggak bisa
dilakukan sambil terburu-buru. Anda bisa makan, minum, mandi, bepergian,
bahkan bekerja, dengan cepat dan tergesa. Tapi tidak untuk
merokok. Merokok mesti dilakukan seperti.. mm.. gerakan-gerakan salat.
Harus tuma’ninah istilahnya, Mbak. Sedot, tenang, pengendapan sesaat,
baru nyebul. Isep lagi, tenang dan pengendapan lagi, sebul lagi. Begitu
terus-menerus. Lihat, ngudud sama sekali bukan aktivitas yang cocok
untuk orang yang gegabah dan grusa-grusu…”
“Lho, maaf, katanya bahaya, Syekh? Kok malah nggak bahas bahayanya?” Si aktipis kimcil tampak nggak sabar.
“Sebentar..,”
sambil tersenyum bijak Syekh memberi kode tangan, agar si aktipis diam
dulu. “Untuk menghabiskan satu batang rokok, rata-rata dibutuhkan 20-25
kali hisapan. Kalau seorang perokok ngudud 10 batang saja setiap hari,
artinya minimal ada 200 kali saat jeda tuma’ninah per harinya. Dua ratus
kali setiap hari, Mbak! Nah, bayangkan saja jika ia menempuh hidup
seperti itu belasan atau bahkan puluhan tahun. Apakah sampeyan yakin
yang demikian itu tidak turut membentuk bangunan bawah sadar dan
karakter pribadinya?”
“Bahayanya, Syekh. Pliss, bahayanya…”
“Jadi, ya nggak usah gampang heran kalau banyak pemikir muncul dari kalangan perokok. Sebab perokok itu bukan semacam speedboat
yang melesat cepat di permukaan, melainkan lebih dekat dengan sifat
kapal selam. Ia bergerak pelan namun pasti di kedalaman. Makhluk-makhluk
kapal selam itu terbiasa tenang, jernih mencermati setiap hal,
sekaligus punya daya imajinasi tinggi. Maka kita tahu ada Einstein,
misalnya. Pastilah ia menemukan Teori Relativitas, serta teori bahwa
semesta berbentuk melengkung, saat ia leyeh-leyeh sambil kebal-kebul
dengan pipa cangklongnya. Ada juga Sartre, Albert Camus, Derrida,
Sigmund Freud, yang semua-muanya menempa ngelmu tuma’ninah-nya lewat
asap tembakau. Contoh lain? Ada Sukarno, Che Guevara, Winston Churcill,
hingga John Kennedy. Atau para sastrawan-pemikir, mulai Rudyard Kipling,
Hemingway, Mark Twain, Pablo Neruda, Chairil Anwar, Pramoedya Ananta
Toer, yang kesemua mereka pun menjalani metode yang sama. Jadi bisa kita
simpulkan bahwa..”
“Stop! Stop!! Please, Syekh. Please! I said: ba-ha-ya! Please explain the ba-ha-ya!!”
“Hehe,
iya, iya, Mbak. Maaf. Saya tegaskan bahwa rokok memang berbahaya.”
Syekh ber-tuma’ninah sesaat. “Sebab.. yang paling berbahaya dari seorang
manusia bukanlah paru-paru atau jantungnya, melainkan
pikiran-pikirannya.”
Jeng jeng jeeeng!
-----------------------
~ Iqbal Aji Daryono ~ dalam http://goo.gl/JlhZhi
------------------------------------------------
Tulisan yang apik tenan kan..? hehe.. Penulis di atas bisa saja sebut seluruh manusia jenius yang nyatanya adalah perokok. Tapi saya punya satu nama yang tidak merokok dan pasti mengalahkan kehebatan perokok yang jenius itu, yaitu Nabi Muhammad SAW. Rasulullah tidak merokok, para sahabatnya yang mulia juga tidak merokok, dan mereka jauh lebih layak saya ikuti jejak hidupnya. Saya tidak perduli apakah dengan tidak merokok akan menjadikan saya jenius nantinya ataukah tidak. Heuheuheu selamat menjelang sore..
SAYA MAS JOKO WIDODO DI SURABAYA.
BalasHapusDEMI ALLAH INI CERITA YANG BENAR BENAR TERJADI(ASLI)BUKAN REKAYASA!!!
HANYA DENGAN MENPROMOSIKAN WETSITE KIYAI KANJENG DIMAS DI INTERNET SAYA BARU MERASA LEGAH KARNA BERKAT BANTUAN BELIU HUTANG PIUTAN SAYA YANG RATUSAN JUTA SUDAH LUNAS SEMUA PADAHAL DULUHNYA SAYA SUDAH KE TIPU 5 KALI OLEH DUKUN YANG TIDAK BERTANGUNG JAWAB HUTANG SAYA DI MANA MANA KARNA HARUS MENBAYAR MAHAR YANG TIADA HENTINGNYA YANG INILAH YANG ITULAH'TAPI AKU TIDAK PUTUS ASA DALAM HATI KECILKU TIDAK MUNKIN SEMUA DUKUN DI INTERNET PALSU AHIRNYA KU TEMUKAN NOMOR KIYAI KANJENG DI INTERNET AKU MENDAFTAR JADI SANTRI DENGAN MENBAYAR SHAKAT YANG DI MINTA ALHASIL CUMA DENGAN WAKTU 2 HARI SAJA AKU SUDAH MENDAPATKAN APA YANG KU HARAPKAN SERIUS INI KISAH NYATA DARI SAYA.....
…TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA AKI KANJENG…
**** BELIAU MELAYANI SEPERTI: ***
1.PESUGIHAN INSTANT 10 MILYAR
2.UANG KEMBALI PECAHAN 100rb DAN 50rb
3.JUAL TUYUL MEMEK / JUAL MUSUH
4.ANGKA TOGEL GHOIB.DLL..
…=>AKI KANJENG<=…
>>>085-320-279-333<<<
SAYA MAS JOKO WIDODO DI SURABAYA.
DEMI ALLAH INI CERITA YANG BENAR BENAR TERJADI(ASLI)BUKAN REKAYASA!!!
HANYA DENGAN MENPROMOSIKAN WETSITE KIYAI KANJENG DIMAS DI INTERNET SAYA BARU MERASA LEGAH KARNA BERKAT BANTUAN BELIU HUTANG PIUTAN SAYA YANG RATUSAN JUTA SUDAH LUNAS SEMUA PADAHAL DULUHNYA SAYA SUDAH KE TIPU 5 KALI OLEH DUKUN YANG TIDAK BERTANGUNG JAWAB HUTANG SAYA DI MANA MANA KARNA HARUS MENBAYAR MAHAR YANG TIADA HENTINGNYA YANG INILAH YANG ITULAH'TAPI AKU TIDAK PUTUS ASA DALAM HATI KECILKU TIDAK MUNKIN SEMUA DUKUN DI INTERNET PALSU AHIRNYA KU TEMUKAN NOMOR KIYAI KANJENG DI INTERNET AKU MENDAFTAR JADI SANTRI DENGAN MENBAYAR SHAKAT YANG DI MINTA ALHASIL CUMA DENGAN WAKTU 2 HARI SAJA AKU SUDAH MENDAPATKAN APA YANG KU HARAPKAN SERIUS INI KISAH NYATA DARI SAYA.....
…TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA AKI KANJENG…
**** BELIAU MELAYANI SEPERTI: ***
1.PESUGIHAN INSTANT 10 MILYAR
2.UANG KEMBALI PECAHAN 100rb DAN 50rb
3.JUAL TUYUL MEMEK / JUAL MUSUH
4.ANGKA TOGEL GHOIB.DLL..
…=>AKI KANJENG<=…
>>>085-320-279-333<<<