Peringatan Isra Mi'raj yang diadakan pemerintah tahun ini, kita bisa menyimak lantunan ayat alquran dengan langgam Jawa. Setelah ditelusuri, ternyata itu sepenuhnya ide Mentri Agama. Beragam ekspresi hadirin dapat juga kita saksikan. Mulai dari yang tampak merenung, tegang, hingga senyum-senyum. Mungkin sedemikian itu pulalah ragam ekspresi yang muncul dari kita semua ketika melihatnya melalui tayangan televisi.
Karena memang lain dari biasanya, tanggapan dari masyarakat pun akhirnya bermunculan. Ada yang memuji. Ada pula yang mengkritik. Sebagian memuji langgam Jawa pada ayat quran itu dikarenakan sangat mengindonesia. Bahkan beberapa komentar menyebut pembacaan quran dengan langgam Jawa itu akan membuat Islam lebih diterima di nusantara. Beberapa diantaranya menyebut pembacaan dengan langgam jawa itu mengikuti gaya dakwah walisongo. Mengenalkan islam dengan tradisi nusantara, agar mudah diterima.
Kaitan dengan gaya dakwah yang menggunakan gaya nusantara, saya kagumi sepenuhnya. Karena islam yang diperkenalkan melalui gaya lokal membuat tim dakwah walisongo itu sukses bukan buatan. Nusantara yang dulu penduduknya Hindu-Budha dengan sejarahnya yang panjang, bisa menjadi bangsa yang lebih dari 90% penduduknya beragama Islam. Hidayah itu Allah berikan kepada bangsa Indonesia tanpa melalui perang, tanpa darah.
Demi Allah, hidayah yang didapat bangsa Indonesia kala itu adalah karunia. Umar bin Khattab rodiyallohu anhu, sebelum mendapatkan hidayah pernah memusuhi Nabi yang sempurna akhlaknya. Bangsa Indonesia, yang bahkan belum bertemu Nabi, Allah bukakan hatinya untuk menerima Islam. Disamping kehendak Allah memberi hidayah kepada bangsa Indonesia, patut kiranya kita apresiasi strategi dakwah para wali.
Maka kemudian patutlah kita menghargai upaya orang lain yang ingin berislam dengan segala kemampuannya. Saya ini orang sunda. Banyak diantara saudara kita yang amat kental logat sundanya sehingga menyebut nama tuhannya dengan "aloh". Atau ketika mereka yang susah menghilangkan logat sundanya membaca quran dengan tidak bisa mengganti "Pa" dengan "Fa". Jika ingin mengajari yang benar, ajarkanlah dengan ma'ruf. Tanpa harus memarahi, tanpa harus menertawakan. Karena mungkin sejauh itulah yang mereka mampu. Biarkan Islam jadi miliknya orang Sunda, biarkan Islam jadi milik orang Jawa, Sumatera, Bali, dan seterusnya. Jangan dinyinyiri. Bahkan barangkali, ikhlasnya mereka membaca quran dengan logat daerahnya itu lebih Allah cintai daripada yang membaca fasih diiringi hati yang ingin dipandang ahli.
Contoh lain, kadang orang sunda bertasbih dengan "subhanaloooooooh". Bukan maksud mempermainkan, tapi itu memang logat sundanya masih kental. Atau ketika mengucap salam, "salamualekuuuuuumm". Maksudnya benar, tapi logat sunda menuntun lidahnya berucap seperti itu. Biarkan... Islam bukan hanya milik orang Arab, kenapa untuk jawab salam saja gak mau cuma karena ucapan salamnya belum fasih menurut kaidah bahasa Arab. Biarkan islam jadi milik orang Sunda. Keakraban mereka dengan salam dan tasbih saja sudah harus diapresiasi. Tinggal kita luruskan, tapi dengan cara-cara yang baik dan dapat diterima oleh mereka.
Itulah pandangan saya tentang bagaimana cara bersikap kepada orang yang belum benar dalam melafalkan bacaan quran karena keterbatasan kemampuan. Tapi kalau kita sudah tahu cara membaca quran yang benar kaidah bacaannya, tidak patut rasanya kalau kita sengaja membaca quran dengan tidak sesuai kaidah tersebut. Karena itu artinya, kita tidak mengamalkan ilmu. Sebaik-baik ilmu itu kan yang diamalkan. Kalau sengaja menyalahkan bacaan padahal kita bisa membaca dengan benar, saya khawatir kita ini digolongkan orang munafik.
Seperti ada orang pada jaman Nabi, yang karena dia tidak mau kehilangan sahabatnya yang kafir, ia tentang keyakinan yang benar di hatinya tentang kebenaran Muhammad s.a.w., dengan berkata kepada sahabatnya kalau ia tidak beriman kepada Muhammad sebagai Rasulullah. Dan menurut beberapa ulama berdasarkan hadist dinyatakan bahwa kelak di akhirat, orang ini menyesali perkataannya karena lebih membela sahabatnya dan menentang iman yang sudah hadir dalam hatinya.
Kembali ke lantunan ayat quran langgam Jawa. Haruskah pembaca quran yang sudah tahu dan bisa ilmu kaidah bacaan quran itu memaksakan diri membaca quran dengan langgam jawa? Saya tidak dapat membayangkan, betapa tersiksanya ia, ketika harus mengorbankan hukum bacaan yang sudah ia kuasai, hanya agar sesuai dengan nada tembang jawa. Bagi orang yang belum tahu kaidah tepat membaca quran, dengan langgam dangdutpun pasti enak-enak saja. Tapi bagi orang yang sudah tahu, menyesuaikan hukum bacaan quran dengan langgam tertentu akan sangat berat. Apalagi kalau misalnya terpaksa memanjangkan bacaan yang harusnya pendek cuma gara-gara tembang yang dipakai saat itu harus panjang. Secara pribadi, saya amat kasihan kepada yang diberi tugas membaca quran dengan langgam jawa kemarin.
Saya ini masih jadi murid dalam membaca quran. Serius, saya masih dibimbing oleh guru ngaji karena masih banyak kesalahan saya dalam membaca quran di sana-sini. Artinya, saya masih bodoh dalam bagaimana membaca quran yang benar. Tapi melihat lantunan quran di tv kemarin itu, entahlah.. Saya tidak tahu apakah ini boleh menurut hukum islam atau tidak boleh, saya hanya khawatir ini jadi contoh bagi orang yang ingin mempermainkan bacaan quran untuk bahan lelucon. Ngobrol bahasa Indonesia dengan logat Arab, itu tidak mengapa. Namanya juga lucu-lucuan. Tapi kalau membaca quran sengaja dibuat-buat dengan logat Jawa. Gimana ya.. masa ibadah seperti sedang lucu-lucuan..
Kalau saya keliru, mohon kesediaan untuk meluruskan..
----------------------------
~ Eki P.S. ~
----------------------------
0 comments
Posting Komentar